Selasa, 25 Oktober 2011

Sepetak Dunia dimana Cinta Pelan-Pelan Membunuhku

Aku ingin berdiri di bawah derai hujan di depan jendela rumahmu. Menyanyi bukan melulu dengan suara namun lebih dengan hatiku yang basah kuyup oleh cinta. Aku akan menggigil karena nafsu yang pelan-pelan membunuhku. Aku kedinginan dan rasa sepi menggelitik kulitku. Hatiku membengkak karena rindu padamu. Aku merasa semua gigiku copot dan ingin melahapmu dalam sekali usaha. Aku menginginkan dirimu dengan rasa putus asa. Ingin rasanya kupecahkan jendela kamarmu, menerobos masuk, dan memelukmu ke dalam dadaku yang bertalu-talu.

Namun aku di sini, sepetak dunia dimana baju-baju kotor belum dicuci, aroma menjijikkan, dan mimpi-mimpi mesum. Merasa galau sendiri setiap kendaraan melaju di luar. Di luar begitu dingin dan kejam sementara bintang-bintangnya tak berhenti bercahaya di angkasa. Kamu melintas di benakku seperti seorang pencuri, mencuri hati dan seluruh emosiku. Aku tak berdaya. Aku memikirkanmu: sebuah bintang yang sendirian di suatu ufuk, berpijar di hadapanku, berkelap-kelip menggodaku.

Aku membayangkan menggenggam tanganmu dan merasa sangat yakin. Kita meninggalkan kota di suatu malam yang gaib. Mendengarkan suara malam yang hening dan detak jatung kita yang diburu cinta. Kita menyalakan cinta dalam hati kita yang beku. Kobarannya membayangi langkah-langkah kita yang ragu. Kamu bertanya kita akan ke mana sementara bayang-bayang kota mulai memudar di belakang kita. Wajah kita menggelap. Aku memelukmu dengan rasa takut. Sampai dimana cinta kita akan berlabuh? Dunia begitu mengerikan. Kita memasuki hutan untuk bercinta di bawah sinar bulan. Kita dua manusia yang diperbudak nafsu dan merasa tersiksa.

Jalan ini yang kita tempuh. Belukar ini dengan duri-duri. Kota dengan kemunafikan dan kekuasaannya telah melukai harga diri kita. Kita anak muda yang memberontak. Bermimpi bergerilya di rimba raya seperti Sudirman merencanakan revolusi yang menggulingkan pemerintahan korup dan membakar korporasi-korporasi yang mengeksploitasi bumi kita. Kita ingin membuat perubahan namun kita sendiri cemas seperti apa rupa masa depan. Bahkan terkadang cinta kita terasa rapuh. Aku merasa mengelabuimu. Aku menggambar dunia yang mengerikan di langit suatu malam untukmu. Aku sesosok iblis yang menggiringmu ke neraka.

Namun aku di sini, sepetak dunia dimana baju-baju kotor belum dicuci, aroma menjijikkan, dan mimpi-mimpi mesum. Merasa galau sendiri setiap kendaraan melaju di luar. Merasa, bahkan dengan kepuitisan ini, cinta itu seperti maut, yang membekapku dengan nafsu namun pelan-pelan membunuhku.

Senin, 03 Oktober 2011

Kamu Adalah Aku

Pernahkan kamu mengalami derai hujan di saat meninggalkan kota tempatmu dilahirkan? Cerita cinta, sudut kota, dan kenangan menghantuimu dari belakang dan mencekik lehermu dengan geram. Kamu tersenyum kecil dan menghela nafas menegaskan diri bahwa hidup terus bergulir dan semua percikan perasaanmu seperti kembang api di malam tahun baru yang begitu indah dan manis. Kamu meromantisir keadaan seolah-olah dalam adegan sebuah film dan kamu tokoh utamanya. Kamu murung dan menatap kosong pada pemandangan yang bergerak entah dari jendela bus, pesawat, atau kereta api kemudian menemukan bahwa dunia begitu luas, seluas hatimu. Ada godaan untuk menyanyikan lagu sendu favorit namun kamu hanya mendengarnya lewat earphone.

Kamu bertemu orang-orang baru dan membaca wajah mereka, kepribadian mereka, hal-hal yang menjengkelkan dari mereka. Kamu menghafal nama-nama baru dan menambah daftar teman facebook-mu. Kamu mengulang lelucon lamamu dan tetawa untuk lelucon-lelucon baru. Mengolok dengan jurus yang sudah kamu hafal dari SD dan masih merasa puas. kamu bertambah tua namun merindukan masa kanak-kanak. Kamu ingin sekali jatuh cinta sejatuh-jatuhnya seperti saat pubertas namun pikiranmu sekarang dipenuhi banyak pertimbangan dan hatimu terlalu keras membatu. Kamu menyadari sebagian darimu berkembang namun ada sudut dalam hatimu yang bertahan, diam-diam menutup diri dan tak ingin diganggu. Terkadang kamu menyadari sebuah hari, sebuah tanggal, sebuah jam. kamu merayakan ulang tahunmu dengan rasa kesepian. Kamu bercermin dan gemas melihat bertambah jeleknya kamu.Kamu beradaptasi seperti semua makhluk hidup yang masih bertahan di alam semesta ini. Kamu tidak lagi mengagumi bintang-bintang. kamu mudah jatuh bosan.

Kamu adalah sekumpulan tulang dengan otot-otot tertentu yang bisa berekspresi. kamu dipenuhi nafsu yang membakarmu namun membawa rasa bersalah. Kamu adalah pikiranmu. Kamu adalah ketakutanmu. Kamu adalah makhluk yang paling indah, sempurna sekaligus rapuh. kamu makan, buang air, tidur, kentut, dan terkadang berolah raga. Kamu bergerak walaupun sebenarnya kamu bisa menari. kamu ingin terbang namun kamu hanya bisa berenang. Kamu ingin mencium seseorang dan dicintai dengan cukup. Kamu adalah penyair paling romantis yang setiap mendengar derai hujan kamu ingin jatuh sakit, mungkin flu, dan dengan secangkir minuman hangat kamu beranjak tidur dan ingin memimpikan sesuatu yang tak mungkin terjadi di dunia nyata. Kamu adalah disaat matamu terbuka di suatu hari dan mendengar dengung kehidupan yang ramai dan merasakan sentuhan seseorang atau menyentuh suatu benda dan membaui aroma dan merasakan sebutir permen. Menghirup udara dan tertawa dan menangis. Kamu adalah apa saja kecuali menunggu kematian yang pasti namun terasa absurd, karena di saat itu kamu mulai memikirkan Tuhan paling tidak.

Kamu adalah aku.

Minggu, 02 Oktober 2011

Aku Hanya Ingin Menulis

Aku teringat sebuah saran kepenulisan yang pernah kubaca dalam suatu resensi kumpulan cerpen salah satu penulis favoritku, Jhumpa Lahiri, dimana dia menyebutkan bahwa jalan cerita itu tidak terlalu penting sepanjang kita rajin menulis kita akan menghasilkan sebuah karya. Namun aku tak pernah bisa mendisiplinkan diri untuk menulis. Aku menunggu inspirasi seperti pertapa dan di suatu hari yang buruk aku akan berputus asa mendapati obsesi menjadi penulis itu konyol. Dan sekarang aku mencoba menulis tanpa tujuan hanya agar merasa lebih baik di hari Minggu yang membosankan ini, beranjak dari hibernasi, menyantap mie instan, menonton film, dan mencuci pakaian. Aku sedang berupaya mendisiplinkan diriku untuk menulis sebuah posting, mengolah gaya bahasa dan menangkap nuansa, seolah-olah aku mahasiswa lagi yang dengan antusiasme semu-nya mencoba mengikuti suatu kuliah. Aku mencoba menyingkirkan pikiran kotor khas anak muda, menatap halaman putih sebuah blog gratis, dan mengisinya dengan huruf-huruf yang entah mengapa ketika menyusunnya jadi memiliki arti, paling tidak bagiku sendiri yang kesepian dan berputus asa ini.

Pada bagian ini aku masih belum memiliki inspirasi. Pikiranku melayang pada tema cinta yang menjemukan itu atau pada melankolisme kehidupanku yang tanpa tujuan. Aku bahkan merasa suatu bagian dari otakku yang menangani masalah antusiame pun enggan beroperasi, menggeliat malas seperti cacing kepanasan. Aku berharap pada testosteronku agar memberiku dorongan utnuk berimajinasi namun bahkan aku merasa kantung kelaminku mengkianatiku. Aku ditinggalakan sendirian seperti seekor ikan yang tergelepar di daratan, menatap langit yang menyilaukan dan ingin cepat-cepat mati. Namun aku tidak berhenti menulis. Belum. Aku masih ingin terus menulis sesuatu. Entahlah...

Pada bagian ini aku masih meraba-raba. Melankolisme mutlak harus ada dalam postingku. Aku adalah nada sendu yang terdengar minor dalam sebuah lagu. Aku mendayu-dayu seperti lagu melayu murahan. Aku murahan seperti pelacur oleh karena itu aku menulis untuk menggores makna. Ijinkan aku menulis dengan kesetanan, sesosok iblis dari suatu kegelapan merasukiku karena aku hampa. Aku ingin jadi sesosok malaikat yang rupawan namun mereka tak memiliki nafsu dan itu bodoh. Aku tahu aku bodoh dalam banyak hal namun aku rajin membaca untuk menutupi kebodohanku dan sekarang menulis untuk menghibur kebodohanku. Di suatu titik di dunia ini aku menulis dengan sendu berharap di suatu titik dalam hatimu yang membaca posting ini aku ada, baik lewat gambaran kebodohanku, melankolismeku, atau keabsurdanku. Aku pangeran yang merasa tampan sendiri yang berharap dengan polos lewat tulisan ini akan menemukan putri dambaannya yang cukup bodoh untuk memahaminya. Aku hanya ingin menulis. Menghabiskan hidupku dengan menyajikan kata-kata seolah-olah itu bermakna, seolah-olah aku akan hidup bersama kata-kata ini, kemudian akan menjadi  abadi dalam posting ini, mungkin juga akan menjadi abadi di hatimu duhai Putri nan elok jelita dimanapun kamu berada. Tangkap kodeku ini. Ini bukan morse atau bahasa komputer, ini jelas-jelas suara hatiku, teliti ketulusannya, keputus-asa-annya, kegalauannya. Aku akan berlari menyongsongmu seolah-olah hari esok akan dibanjiri sinar matahari, seolah-olah aku tak akan pernah mati, seolah-olah aku akan menciummu ditengah pembicaraanmu yang mengatakan betapa menjengkelkan tulisanku ini padahal sebenarnya kamu mencintainya.