Kamis, 15 Mei 2014

Tunggulah Aku

Untukmu yang menunggu, yang percaya bahwa pada akhirnya aku akan sampai di tempatmu dan memelukmu, kupersembahkan kisah perjalananku kali ini. Aku sudah memimpikan mengunjungi tempat ini sejak pertama kali aku mendengar cerita tentang kampung ini seperti aku sudah memimpikanmu seumur hidupku. Kami menyewa otto kayu, truk yang dimodifikasi menjadi angkutan pedesaan di wilayah Flores barat, dan terguncang di atasnya selama tiga jam perjalanan menuju Denge. Kami bermalam di situ untuk keesokan harinya mulai mendaki. Aku belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Aku menyadari bahwa terkadang hidup itu terasa berat namun aku tak punya sepotong pun alasan untuk mendaki suatu ketinggian, mengerahkan energi yang besar untuk membelah sebuah hutan, dan merasa puas atas pencapaian itu. Hatiku dengan secara tiba-tiba memberat seolah-olah bengkak oleh rasa rindu. Oleh karenanya aku membayangkanmu menunggu di balik pegununungan itu, percaya bahwa aku tak boleh meremehkan seayun langkah karena mungkin saja langkah itu yang akan membawaku kepadamu.


Kami harus mendaki selama tiga jam dan berjalan menyusuri jalan setapak di tepian tebing. Aku membayangkan jatuh dan mati dan belum sempat melihat wajahmu yang cantik. Di suatu titik aku merasa kehilangan semangat untuk melanjutkan perjalanan ini namun aku tahu bahwa aku tak bisa kehilangan semangat untuk menemukanmu. Bahwa cinta itu butuh perjuangan yang menggerakanku untuk melangkah satu kali lagi, mendaki satu inci lagi. Aku berjanji bahwa jarak takkan mampu memisahkan kita, bahwa kamu yang selalu mengusik pikiranku, dan aku akan segera di sisimu secepatnya. Jikalau kamu merasa takut dan kesepian yakinlah bahwa aku sedang selalu berjalan menujumu.

Hingga akhirnya dari kejauhan kami melihat tujuh rumah ajaib itu, secara ajaib rasa letih itu raib.

Aturan pertama: jangan memotret sesampainya memasuki gerbang sebelum meminta ijin ketua adat, hasil gambar akan rusak atau hilang. Kami bergegas memasuki rumah ketua adat dengan perasaan takut bercampur takjub. Kesan pertama adalah keterkejutan akan besarnya ruang di dalamnya. Kami dipersilahkan duduk melingkar kemudian disuguhi kopi hitam dan singkong rebus, apa lagi yang kurang? Rombongan kami membawa seorang penduduk Ruteng yang mewakili kami meminta ijin kepada ketua adat dalam bahasa daerah. Acara penyambutan itu cukup sakral, mereka bertukar kata dalam bahasa daerah yang terdengar mistis dan sempat membuatku merinding. Kami disarankan memberikan hadiah atau uang sebagai bagian dari tata krama. Kampung adat itu sudah berkembang menjadi kampung wisata, terima kasih kepada LSM yang membantu masyarakat di sana dalam beberapa tahun terakhir. Sudah ada harga pasti untuk menginap termasuk dengan makan. Kamar mandi dan WC sudah dibangun. Dan yang paling mengesankan adalah kita akan tidur di salah satu rumah dari tujuh rumah adat mbaru niang yang terkenal itu dan bagaimana merasakan pengalaman hidup di tengah-tengah masyarakat Wae Rebo.


Kami diantar ke salah satu mbaru niang yang memang dikhususkan untuk tamu. Aristekturnya memang luar biasa. Dibangun tanpa paku, bangunan berbentuk kerucut itu menjulang tinggi lima tingkat. Karena usaha konservasi mbaru niang itulah Waerebo berhasil mendapatkan The 2012 UNESCO Asia-Pacific Heritage Awards for Cultural Heritage Conservation. Arsitektur bangunan itu diturunkan dari tujuh generasi.


Penduduk di sana menanam kopi yang mereka olah untuk dijual dan para wanitanya juga menenun. Kami sempat mengunjungi air terjun yang tak jauh dari kampung itu untuk mandi. Pada sore harinya anak-anak berkumpul di lapangan tengah untuk bermain. Sesederhana itu kebahagian. Sesederhana cinta itu sendiri. Berada di sana, melewatkan detik demi detik tanpa mengkhawatirkan sesuatu kecuali dirimu, adalah anugerah. Berada jauh di balik pegunungan tanpa nama di suatu bagian dari pulau Flores aku memang merasa begitu terpencil dan kesepian, namun aku berjanji bahwa jarak takkan mampu memisahkan kita, bahwa kamu yang selalu mengusik pikiranku, dan aku akan segera di sisimu secepatnya. Jikalau kamu merasa takut dan kesepian yakinlah bahwa aku sedang selalu berjalan menujumu. Oleh karena itu tunggulah aku.