Minggu, 19 Juni 2011

Ijinkan Aku Menulis Lagi Dengan Rasa Muak

Aku sendirian, melihat cahaya keemasan yang lembut di sore hari dan merasa kesepian. Aku pemuda dengan usia menuju dua puluh empat dan masih merasa asing dengan dunia. Ketika kebetulan sholat ashar di masjid dan mendengar suara anak-anak yang bermain berlarian di halamannya aku jadi diliputi kedamaian yang malahan membuatku ragu apakah sesederhana itu kebahagiaan? Ketika sholat dimana tidak selalu pikiranku fokus pada Tuhan aku memikirkan banyak hal duniawi seperti misalnya dengan siapa aku akan menikah dan bagaimana nanti masa depanku, aku jadi merasa bersalah. Anggap aku seorang remaja yang ingin tahu tentang dunia, terpesona dengan orang-orang dewasa yang sukses, atau bermimpi tentang kemewahan. Pada kenyataannya aku cukup menyedihkan sehingga memikirkan cinta, kebahagiaan, atau Tuhan, bukannya menikmati kehidupan yang cuma sekali. 

Sudah lama aku tidak menulis sebuah posting dan kenyataan itu mengecewakan diriku sendiri yang mendapati bahwa aku tidak cukup kreatif. Aku bosan menulis tentang diri sendiri dengan nada pembelaan yang menyedihkan. Pandanganku tentang dunia belum banyak berubah. Aku bertanya-tanya apakah mungkin ada keadaan yang lebih baik dari saat ini? Aku mulai menumbuhkan rasa sesal tentang seharusnya aku begitu, seharusnya aku melakukan sesuatu, atau malahan seharusnya tidak. Apa sepenggal hidupku ini indah dan bermakna, dan akankah aku mengarungi sisa usiaku dengan keyakinan? Terkadang aku ingin tidur seharian, menonton film-film yang sekarang mudah diunduh. Makan banyak snack dan menjadi gendut. Aku merasa tidak relevan dengan tanggung jawab-tanggung jawab yang dipikulkan kepadaku walaupun sudah dengan keras kucoba pahami satu-per-satu.

Aku enggan menulis, selain dari sisi kreatifitas, menurutku, karena aku mulai muak membahas diri sendiri walaupun aku merasa sudah sangat akrab dengan suara dalam benakku. Aku dihantui rasionalitas diri dan mekanisme pertahanan diri yang reflektif. Pecahkan saja cerminnya, biar ketakutan akan diri sendiri yang bisa jadi sangat mengerikan itu lenyap. Aku akan jadi hantu gentayangan di suatu kota mati. Aku takut matahari. Dan dunia di mataku jadi sangat membosankan. Makan dengan perasaan hambar. Tidur tanpa sepotong mimpi. Apa itu mungkin? Kali ini aku takkan membuat lelucon tentang betapa miripnya aku dengan Robert Pattinson lagi walaupun itu konyol. Tanpa kusadari dengan menyerahnya aku pada rutinitas hidup, tanggung jawab yang secara brutal dipikulkan di pundakku, dan penilaian orang lain secara perlahan namun pasti aku telah berubah menjadi sosok mayat hidup itu. Masa pemberontakanku telah usai seperti hujan yang kini lelah berderai. Aku takkan lagi berlari dengan rasa bebas seperti seorang bocah. Aku akan hanya tertawa karena sebuah alasan. Tapi aku ragu akan bisa tertawa lagi, karena tidak ada yang lucu di dunia ini. Bahkan lelucon paling cerdas pun jadi terdengar garing karena ketidaktulusannya.

4 komentar:

  1. eksrutengdisurabaya21 Juni 2011 pukul 12.01

    Aku dihantui rasionalitas diri dan mekanisme pertahanan diri yang reflektif

    wow wow..
    indah nian kata-katanya

    ada masalah mas boi??
    perlu diskusi lagi kah..??

    BalasHapus
  2. Terlepas dari isinya, tulisan ini puitis sekali.

    Salam kenal.

    BalasHapus
  3. @kak penguin: makasih sarannya khaaaa
    @kak eksruteng : makasih atensinya khaaa, biasalah tipikal ane khan ababil always.
    @kak amir: (atau bapak, he)salam kenal jua, makasih ud mampir, emg tlepas dr isinya(scr ane g phedhe nulis selain ttg dirisendiri) gaya pnulisan ane u aktualisasi sisi estetika versi ane, n maksih benjet ud diapresiasi. it meant a lot for me.

    BalasHapus