Minggu, 02 Oktober 2011

Aku Hanya Ingin Menulis

Aku teringat sebuah saran kepenulisan yang pernah kubaca dalam suatu resensi kumpulan cerpen salah satu penulis favoritku, Jhumpa Lahiri, dimana dia menyebutkan bahwa jalan cerita itu tidak terlalu penting sepanjang kita rajin menulis kita akan menghasilkan sebuah karya. Namun aku tak pernah bisa mendisiplinkan diri untuk menulis. Aku menunggu inspirasi seperti pertapa dan di suatu hari yang buruk aku akan berputus asa mendapati obsesi menjadi penulis itu konyol. Dan sekarang aku mencoba menulis tanpa tujuan hanya agar merasa lebih baik di hari Minggu yang membosankan ini, beranjak dari hibernasi, menyantap mie instan, menonton film, dan mencuci pakaian. Aku sedang berupaya mendisiplinkan diriku untuk menulis sebuah posting, mengolah gaya bahasa dan menangkap nuansa, seolah-olah aku mahasiswa lagi yang dengan antusiasme semu-nya mencoba mengikuti suatu kuliah. Aku mencoba menyingkirkan pikiran kotor khas anak muda, menatap halaman putih sebuah blog gratis, dan mengisinya dengan huruf-huruf yang entah mengapa ketika menyusunnya jadi memiliki arti, paling tidak bagiku sendiri yang kesepian dan berputus asa ini.

Pada bagian ini aku masih belum memiliki inspirasi. Pikiranku melayang pada tema cinta yang menjemukan itu atau pada melankolisme kehidupanku yang tanpa tujuan. Aku bahkan merasa suatu bagian dari otakku yang menangani masalah antusiame pun enggan beroperasi, menggeliat malas seperti cacing kepanasan. Aku berharap pada testosteronku agar memberiku dorongan utnuk berimajinasi namun bahkan aku merasa kantung kelaminku mengkianatiku. Aku ditinggalakan sendirian seperti seekor ikan yang tergelepar di daratan, menatap langit yang menyilaukan dan ingin cepat-cepat mati. Namun aku tidak berhenti menulis. Belum. Aku masih ingin terus menulis sesuatu. Entahlah...

Pada bagian ini aku masih meraba-raba. Melankolisme mutlak harus ada dalam postingku. Aku adalah nada sendu yang terdengar minor dalam sebuah lagu. Aku mendayu-dayu seperti lagu melayu murahan. Aku murahan seperti pelacur oleh karena itu aku menulis untuk menggores makna. Ijinkan aku menulis dengan kesetanan, sesosok iblis dari suatu kegelapan merasukiku karena aku hampa. Aku ingin jadi sesosok malaikat yang rupawan namun mereka tak memiliki nafsu dan itu bodoh. Aku tahu aku bodoh dalam banyak hal namun aku rajin membaca untuk menutupi kebodohanku dan sekarang menulis untuk menghibur kebodohanku. Di suatu titik di dunia ini aku menulis dengan sendu berharap di suatu titik dalam hatimu yang membaca posting ini aku ada, baik lewat gambaran kebodohanku, melankolismeku, atau keabsurdanku. Aku pangeran yang merasa tampan sendiri yang berharap dengan polos lewat tulisan ini akan menemukan putri dambaannya yang cukup bodoh untuk memahaminya. Aku hanya ingin menulis. Menghabiskan hidupku dengan menyajikan kata-kata seolah-olah itu bermakna, seolah-olah aku akan hidup bersama kata-kata ini, kemudian akan menjadi  abadi dalam posting ini, mungkin juga akan menjadi abadi di hatimu duhai Putri nan elok jelita dimanapun kamu berada. Tangkap kodeku ini. Ini bukan morse atau bahasa komputer, ini jelas-jelas suara hatiku, teliti ketulusannya, keputus-asa-annya, kegalauannya. Aku akan berlari menyongsongmu seolah-olah hari esok akan dibanjiri sinar matahari, seolah-olah aku tak akan pernah mati, seolah-olah aku akan menciummu ditengah pembicaraanmu yang mengatakan betapa menjengkelkan tulisanku ini padahal sebenarnya kamu mencintainya.

2 komentar:

  1. mantap sur, lanjutkan! ojo lali nek kaose sensus isih aku diwenehi yo.. (heni anggota cik yuni)

    BalasHapus
  2. aku hanya ingin membaca dan mengkomen

    BalasHapus