Rabu, 18 September 2013

Hidupku Sama Sekali Tak Masuk Akal Tanpamu

Butuh komitmen untuk bangun pagi untuk mengejar sebuah pesawat, seperti dipaksa menikah. Jalanan Kuala Lumpur pukul empat pagi adalah gambaran kehampaan sebuah kota besar, di kursi belakang sebuah taksi aku merasa seperti seorang pegawai magang yang baru saja dipecat oleh Tony Fernandez dalam acara The Apprentice Asia. Aku menghela nafas untuk hujan yang mengguyur kota dua hari ini yang mulai membuatku merasa tak enak badan dan hanya ditemani kesepian, terkadang, aku merasa perjalanan ini sama sekali tak masuk akal, sama seperti hidupku yang sama sekali tak masuk akal tanpamu.

Di bandara penerbangan murah di Selangor aku melihat cahaya pertama di langit ketika bergegas menuju pesawat. Selama penerbangan aku melanjutkan tidurku yang terpotong dan berharap bermimpi lagi tentangmu. Tiba di bandara internasional Siem Riep aku berdoa keadaanku akan membaik seolah-olah aku memasuki wilayah suci yang menyembuhkan. Aku berusaha untuk membangkitkan semangat dalam diriku seperti membangkitkan kerinduan dalam hatiku atasmu.

Aku naik ojek ke kota dan di tengah jalan tukang ojeknya menawariku tuk-tuk untuk mengelilingi angkor. Aku setuju. Aku mengira akan dioper ke orang lain yang merupakan jaringannya namun malahan disuruh turun di depan sebuah rumah kemudian dia menarik sebuah kereta untuk disambungkan ke sepeda motor tadi. Sejarah tuk-tuk sedang didemonstrasikan di hadapanku dan aku hanya bisa terkejut. Pada awal perjalanan aku diliputi rasa was-was bahwa kereta itu akan terlepas dari sepeda motornya namun setelah memasuki kawasan angkor perhatianku segera teralihkan pada bebatuan kuno yang berdiri megah di hadapanku.


Aku pernah bercita-cita menjadi arkeolog namun candi bukanlah tempat favoritku. Aku juga tak perlu berpura-pura menyukai sesuatu seperti aku tak bisa berpura-pura tidak menyukaimu. Aku tak berharap akan begitu terkesan pada kawasan candi ini atau pada relief-relief di dindingnya, apalagi ditambah flu yang sedang menyerangku tanpa ampun. Aku hanya mendorong diriku untuk terus berjalan mengelilingi candi-candi itu hingga selesai seperti aku terus menjalani hidupku yang hampa ini untuk pada akhirnya menemukanmu. Namun Angkor Wat terlalu besar bahkan bagi seseorang yang paling apatis pun untuk tidak tergugah, meskipun hanya sedikit, seperti hatiku yang begitu dingin dan sunyi yang tergugah ketika melihat senyummu. Aku tersesat pada bebatuan kuno itu berpikir apakah cintaku akan bertahan oleh waktu.


Sampai di penginapan sore harinya aku hanya ingin tidur dan bermimpi kamu memelukku. Aku tidak sedang mendramatisir keadaan namun jatuh sakit di tempat asing di tengah orang-orang yang tak kukenal membuatku merasa perjalanan ini sungguh konyol. Aku tidur semalaman dan berharap satu hari tanpamu akan cepat berlalu dan aku akan menjadi sedikit optimis. Pagi-pagi sekali aku sudah dijemput oleh agen bis yang sudah kupesan sebelumnya yang akan mengantarku ke Poipet, kota perbatasan untuk menuju Thailand. Aku menyeberang ke Aranyaprathet di Thailand untuk mencapai Bangkok dengan bis. Aku tahu perjalananku itu tidaklah luar biasa dan aku bukanlah orang pertama yang melakukannya namun ketika seorang petugas berseragam militer dan memegang senjata api masuk ke dalam bis untuk memeriksa dokumen imigrasi, dalam rasa takut aku hanya berfikir aku belum menikahimu dan tahun-tahun yang selama ini berlalu membuatku tersadar bahwa hidupku sama sekali tak masuk akal tanpamu.

4 komentar:

  1. sudah sampai mana saja?
    "mu"ne nggo sopo e sur?

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih asia tenggara masbro, 'mu' nya ini kepanjangan dari mudah-mudahan dapet. amiiiiiiiin

      Hapus