Sabtu, 07 Agustus 2010

Dear, Diare

Diare ini menghampiriku tiba-tiba pada suatu malam di bulan kemerdekaan. Mungkin karena segelas jus sirsak atau makan siangku, siapa yang menyangka? Apa kita punya cukup keberuntungan untuk mengantisipasi setiap hal? Pada malam itu aku muntah-muntah, merasa jijik sendiri, dan merasa sangat menyedihkan. Mulutku terasa sangat kotor namun itu lebih baik ketimbang pikiranku yang kotor, karena saat-saat semacam itu mengingatkanku pada sosok Tuhan. Ya Allah aku pengen sembuh!
Keesokan harinya aku makan roti dengan selai rasa mocca yang kubeli di supermarket, merasa sangat modern, namun semua itu terasa hambar dan kering. Menelan diapet dan berharap kapsul semacam itu benar-benar bekerja. Aku bekerja seperti biasa disertai ijin ke toilet sebentar-sebentar. Perutku terasa kacau seharian. Begitu pun hidupku. Kasiku memberikan petuah bahwa seharusnya aku minum racikan daun jambu biji dengan nada seolah-olah pemda Ruteng telah menanam pohon itu di sepanjang jalan dan aku terlalu bodoh untuk mengidentifikasinya.
Sepulang kerja aku tidur cepat, dan terbangun malam-malam untuk sekedar mengeluarkan cairan lewat pantatku. Yang paling membuatku merasa tak enak adalah suara mekanismenya yang berisik, tak karuan, dan terdengar sangat mengerikan--aku takut akan membangunkan teman-teman satu kontrakan yang sedang terbuai oleh mimpi-mimpi indah mereka.
Yang paling lucu kalau tidak boleh disebut menjijikkan adalah ketika aku menjaga TPT sendirian karena dua temanku yang lain sedang sarapan. Kupikir aku akan baik-baik saja. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat dengan alasan tindakan semacam itu akan membantu--seperti yang kuyakini pada masa kanak-kanakku. Aku akan seteguh karang. Namun semakin keras aku mencoba menahan, semakin aku tak berdaya, dan puncaknya adalah kepeceret. Berfikir akan malas mencuci celana dalamku, aku memutuskan untuk membuangnya saja. Pada siang harinya aku tidur di kontrakan dengan pencernaan yang kacau dan terbangun di sore harinya mendapati, sekali lagi, kepeceret. Tuhan, aku bukan juragan celana dalam.............
Weekend-nya aku masih diare. Seharusnya aku ikut anak-anak ke Labuan Bajo; menginap di hotel Jayakarta, bermain futsal, dan berenang seharian namun malahan berdiam diri di bilik gelap dalam kontrakanku, ditemani laba-laba di salah satu sudutnya, kesakitan, dan mengeluarkan cairan tinja itu lagi. Dan lagi. Tai!

NB:
Sisi terangnya, setelah membaca halaman sebuah web, adalah diare tidak selamanya buruk. Semacam detoksifikasi(perut emang rasanya kayak dicuci). Seperti bulan Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi menjelang, kita diwajibkan untuk berpuasa agar nantinya kita jadi orang yang lebih baik. Lebih bersih. Seperti itulah harapanku, menanti kesembuhan dari penyakit ini, semoga ususku tambah besih dan pastinya aku akan mensyukuri saat-saat dimana aku bisa makan dan buang air besar dengan normal kembali seolah-olah aku baru mengalami momen itu untuk yang pertama kali. Lekas sembuh untuk diriku sendiri.

2 komentar: