Rabu, 10 November 2010

Doa Cepet Jodoh

Dengan sepeda motor kotorku, dari kantor aku meluncur ke sebuah ATM, seharusnya aku mencuci motor itu dari dulu. Langit telah gelap, Maghrib lewat, aku merasa bersalah sendiri belum sholat. Berhati-hati melihat sekitar, Ruteng malam hari adalah keremangan yang membawaku pada kesendirian. Di pinggir jalan masih saja dijual bensin dalam botol-botol air mineral. Aku jadi teringat tangki bensin motorku yang hampir kosong. ATM menyambutku dengan suara mesinnya yang telah diprogram, hal semacam itu sedikit menghiburku. Lampu dalam ruangan ATM itu redup sekali, ketika melihat layar handphone untuk melihat nomor rekening dimana aku akan mentransfer uangku, aku merasa kesulitan. Aku mulai terbiasa belanja online sekarang--sesuatu yang tak terbayangkan bahwa hidup jadi lebih mudah sekarang namun aku jadi kelebihan waktu dan hal itu jadi membuatku lebih sering mengingatmu. ATM itu dalam komplek sebuah bank, meninggalkan komplek bank itu aku jadi teringat pegawai-pegawai bank yang biasanya cantik. Aku memikirkan bagaimana seandainya aku jatuh cinta pada mereka.

Cahaya lampu motorku berwarna oranye, aku merasa cahaya itu tidak terlalu membantu. Aku pelan-pelan menyusuri jalanan Ruteng dan jadi berfikir bahwa jauh  dalam hati aku cukup konservatif dalam menjalani hidup; memimpikan menikah, memiliki anak, menabung, dan  tak terpikir untuk melakukan hal-hal yang luar biasa. Aku melihat lampu papan reklame yang benderang. Lampu-lampu berbentuk huruf yang merupakan nama sebuah toko. Melintasi warung makan yang menyajikan masakan mereka di balik kaca sehingga kita bisa melihat ikan-ikan yang terpejam, telur-telur yang ditumpuk, atau mi goreng yang menggunung. Hampir lupa, akhirnya aku membeli bensin eceran dari seorang pemuda yang tak bisa kulihat dengan jelas wajahnya karena gelap. Sampai di kontrakan aku hanya merasa lega, tersebersit dalam pikiranku untuk berlari sekuatnya ke arah patung Yesus atau siapalah itu yang mengarahkan telunjuknya ke arah bandara. Aku hanya sedang romantis, berlari sekuatnya menujumu. Melintasi kantor-kantor daerah yang tutup, lapangan kosong tempat dimana pernah disinggahi rombongan pasar malam yang dipenuhi anak-anak, dan lapangan yang lebih sempit tempat kami bermain bola di sore hari. Akhir-akhir ini aku merindukanmu. Aku berharap kamu menyambutku, menyelamatkanku dari kesendirianku yang beku. Dengan sabar mengajariku bahwa cinta itu adalah hal yang benar-benar eksis, bukan hanya romantisme semu. Aku merindukanmu dan gemetaran dalam naungan langit Ruteng yang kelam malam itu.

Di kontrakan aku segera menunaikan sholat Maghrib dan mengaji. Sudah lama sekali aku tidak mengaji. Aku berdoa semoga kita cepat bertemu. Ketika adzan Isya' berkumandang aku memutuskan untuk sholat di masjid, sudah jarang sekali aku sholat bersama di masjid, aku merasa akhir-akhir ini jadi kurang religius. Melihat gapura masjid, menyusuri rerumputan basah di halamannya, dan pada akhirnya memasuki ruangan masjidnya yang megah, mendengar ayat-ayat Tuhan dilafalkan, aku jadi agak terhibur. Ternyata aku masih punya Tuhan yang menghiburku. Sehabis sholat aku akan berdoa lagi pada Dia agar kita cepat bertemu.




5 komentar:

  1. kesindirian lebih baik daripada terobsesi; kau masuk dalam diagram venn seseorang tapi diluar irisan.

    BalasHapus
  2. @ditha: wow, diagram venn? ck...ck...ck irisan? ck...ck...ck, googling dulu....
    kyaaaaaaa becanda dith, nice comment...so mathematical

    BalasHapus
  3. wah sur, kau merusak komentar yang bagus itu dengan melebaikannya...
    keep writing boy, we'll keep reading...

    BalasHapus
  4. @kak andri: i ya kaaaaak, makasih nasehatnya, kehormatan benjet neeeh dibaca orang selebay Anda, pisssss

    BalasHapus