Senin, 01 November 2010

Menulis Kesenduan

Ada saat-saat dimana aku berfikir dan bertanya kepada diriku sediri mengapa aku terus-menerus menulis seperti ini. Aku selalu berusaha menggambarkan suasana sendu seolah-olah langit selalu kelabu. Seolah-olah hal semacam itu menarik untuk dituliskan lalu terkadang menulis tentang cinta dengan romantisme murahan. Tentu pembaca--yang merupakan lingkaran teman facebookku--punya penafsirannya sendiri; aku cowok kesepian, menyedihkan, atau hanya menunjukkan bakat menulisnya yang payah. Prasangka itulah yang menghantui pikiranku. Terkadang aku ingin menyingkirkan prasangka itu dan mengesampingkan kecemasan akan motivasi diri yang kurang tulus maupun penilaian-penilaian miring yang membuatku menulis dalam keraguan. Aku seperti pelukis yang tertatih menyapu kuasnya di atas selembar kanvas terbuka.

Kesenduan yang kurasakan dalam hawa dingin di Ruteng ini atau dalam masakan yang kumakan sehari-hari, di tempat dimana aku tidur, di dinding-dinding bisu rumah-rumah, atau di dalam bangunan masjid yang lengang muncul bukan karena ada yang salah dengan kota ini. Tentu saja hal semacam itu tumbuh dari dalam diri. Bahwa aku kurang optimis dalam memandang hidup. Bahwa ada gambaran yang lebih sempurna dalam benakku. Aku sedang bergelut dengan idealismeku sendiri.

Cinta dan kapitalisme adalah tema besarku. Aku hanya ikan kecil yang terseret arus.

Kesenduan yang menarik perhatianku mungkin salah satunya berasal dari kesendirian. Aku berfikir jikalau aku telah beristri dan memiliki beberapa anak mungkin aku akan lebih bersemangat dalam menjalani hidup; bekerja lebih keras dan merencanakan keuangan dan sebagainya. Satu hal lagi sumber kesenduanku mungkin berasal dari kemiskinan daerah tempat aku bekerja. Di masa aku menulis hal ini provinsi Nusa Tenggara Timur cukup terkenal dengan kasus gizi buruk dan tingkat kelulusan yang mengenaskan. Walaupun aku tahu bahwa warga di sini bisa hidup bahagia dengan keadaan mereka, masih bisa saling mencintai dan bercanda, namun citra ketidakadilan yang selalu digemborkan media dengan cara dramatis bagaimanapun juga mengusikku. Aku hanya terusik kemudian merasa sendu kemudian menuliskan hal itu dalam sebuah blog. Sendu sendiri dengan perasaan tak berdaya.

Aku akan menikmati kopi pagiku. Tersenyum kepada orang-orang yang datang ke kantor pajak tempat aku bekerja. Aku akan menjalani hariku. Berhemat untuk masa depanku. Tidur dengan mimpi-mimpi indah. Kesenduan pada akhirnya mengajarkanku tentang optimisme. Cahaya yang terang benderang. Angin segar yang menerpa wajah mengantukku.

Pertanyaan mendasar yang seharusnya diajukan bukannya mengapa aku menulis tentang kesenduan namun mengapa aku masih saja keras kepala untuk menulis seolah-olah tulisanku ini akan dibaca jutaan orang. Satu hal yang kusadari seiring bertambahnya usia adalah aku ingin sekali menjadi seorang penulis dan berusaha mewujudkan hal itu walaupun aku akan menyesal di masa tuaku nanti karena mendapati diri ternyata aku gagal, paling tidak dengan terus menulis seperti ini, walaupun hanya dibaca oleh lingkaran teman facebookku, aku telah berusaha menerangi ruang gelap kesenduan dalam hatiku. 

7 komentar:

  1. pertamak ga ya....bener2 mewakili perasaan jutaan cowok2 cool dan mellow di luar sana..semangat mas...segerakan nikah biar kesenduan itu hilang

    BalasHapus
  2. @Sayurdara Dwi Joko takUkUk: pujian yang indah...Sebuah kehormatan bisa menerimanya....
    (lalu berlari menuju tembok, menendang-nendang, memukul-mukul, mengesek-ngesek..sambil menangis terharu)

    BalasHapus
  3. wkwkwk, sibukkan dirimu bok...cari kos yg rame
    finalnya LULUS D4...InsyaAllah sendunya pindah ke mas joko tak uk uk

    BalasHapus
  4. @aryoook: makasih yach sarannya....sangat berharga
    (ane ngontrak..isi 7 orang, mo bikin blog ajah digangguin orang) btw, amin banget tuh yg Lulus D4-nya
    n sendunya pindah ke Dek JOKO, kwaaaaaaaaa

    BalasHapus
  5. wong nulis iku tujuanne dudu ben diwoco wong, terus disanjung sanjung wong liyo,...
    tapi kanggo melampiaskan hasrat, seprti halnya... kalo anda bisa menuliskannya, artinya anda mencapai telah titik orgasme, dan itu terasa sangat nikmat,...
    jadi teruslah menulis, dan lanjutkan orgasme anda tuan

    BalasHapus
  6. @wawan: makasih kak nasehatnya...ane googling dulu soal orgasmenya...tp kedengarannya keren kaaaaaaak

    BalasHapus
  7. iya, silahkeun, kata itu sangat elegan memang

    BalasHapus